twitter



Pagi itu, di sebuah ruang rapat, terdengar suara-suara berat yang membicarakan suatu hal. Mereka terlihat begitu serius. Mereka adalah para pemimpin perusahaan, pemegang saham, serta para staff karyawan dari sebuah perusahaan yang bergerak dibidang elektronik. Mereka berencana untuk melebarkan sayap usaha mereka. Untuk hal ini mereka akan membangun sebuah pabrik baru di pemukiman warga. Inilah masalahnya, warga menolak untuk menjual tanahnya kepada perusahaan. Hal ini membuat gerang para pemimpin perusahaan tersebut.
            “Sombong sekali mereka, bukankah kita akan membeli tanah mereka dengan harga yang pantas?” Kata Pak Umam selaku manager perusahaan yang terlihat marah. “ Lalu apa alasan mereka?” tambahnya. “Para warga tersebut merasa disanalah tempat penghidupan mereka, Pak. Mereka beralasan kalau mereka pindah akan menyebabkan hilangnya pekerjaan mereka, ataupun juga dengan alasan, mereka akan semakin jauh dari tempat kerjanya”. Ujar Pak Ikhya’ selah seorang staff. “ Pak Ikhya’, perusahaan kita ini sedang berkembang. Masa depan perusahaan kita cerah pak! Kalau kita tidak segera mendirikan pabrik baru, produksi kita tidak akan naik dan ini akan menjadi kerugian bagi kita dan perusahaan ini akan tertinggal dengan perusahaan lainnya. Apakah bapak tidak memikirkan ini?” Ucap sang manager lagi. “Betul pak, tapi apa yang harus kita lakukan?dilain pihak mereka tetap bersikukuh tidak mau pindah?”
            Rapat yang diselingi perdebatan semakin seru, seluruh direksi dan pemegang saham memaksa Ikhya’ agar melakukan segala cara untuk mendapatkan tanah tersebut. “ Saya punya rencana, apabila Pak Ikhya’ mampu melaksanakannya, bapak akan mendapatkan imbalan dari kami yaitu sebuah rumah. Apakah bapak bersedia?”. “ Rencana apa itu pak?” Pak Ikhya’ terlihat bingung. “ Saya ingin bapak Ikhya’ membuat duplikat surat tanah para warga, bagaimana?”. “Apa? Berarti saya harus memalsukan surat tanah mereka? Apakah itu mungkin? Bagaimana caranya?”. “ Haha. . . jangan berlagak bodoh pak, anda bisa mengurusnya ke departemen pertanahan. Bukankah banyak teman anda disana?”. “ Benar pak, tapi apakah bisa membuat surat tanah palsu? Lagipula saya juga tidak akan setega itu kepada masyarakat di desa itu?”. “ Kenapa tidak? Kita punya uang, terus apa masalahnya? Kita beri mereka sedikit uang pelicin, pasti mereka akan membuatkan duplikat surat tanah tersebut! Bukankah sekarang kita bisa membeli segalanya? Termasuk keadilan?”. “ Tapi kenapa harus saya pak?”.
            (Pak Ikhya’ masih terus menolak. Dia tidak ingin ikut permainan perusahaan yang sudah mulai curang. Lagipula, dia tahu akan semua resiko yang akan dihadapinya). “ Tentu, karena hanya andalah yang memiliki akses kesana. Bukankah disana banyak kolega anda? Lalu apa masalahnya?”. “ Tapi . . .” (Pak Ikhya’ bingung). “ Kalau anda menolak akan saya pecat dari perusahaan ini!”.
            Akhirnya, setelah diancam sedemikian rupa, Pak Ikhya’ pun menyetujui hal tersebut. Dia segera melaksanakan perintah atasannya itu. Dan dalam waktu tidak kurang dari 1 minggu, surat-surat tersebut telah jadi.
           
                                                . . . . . . . . . . . . .. .. . .


“ Kami tidak terima!” ucap Haris, salah seorang tokoh warga. “ Ow tidak bisa. Perumahan ini harus kami gusur secepatnya, kami punya surat tanah yang sah. Ini adalah tanah milik perusahaan”. “ Itu semua surat palsu, kamilah pemilik surat asli tersebut. Jangan membodohi kami”. Ucap Pak Yoga selaku ketua RT geram.
            Suasana pagi di kampung tersebut telah berubah dengan keributan warga kampung dengan orang-orang suruhan perusahaan. Mereka saling beradu argumen. “ Baiklah, kalau anda tidak mau mengalah, lebih baik kita selesaikan ini di meja hijau”. Ucapan Pak Umam yang terlihat licik itu. “ Baiklah, kami tidak takut. Kami akan menang di pengadilan nanti!”. “ Dasar warga kampung yang bodoh, apa modal kalian sehingga begitu yakin? Ha?”. “ Kami yakin, kebenaran akan menang! Dan kami tidak bodoh seperti yang anda kira!”.
            Hampir saja beberapa warga yang terpancing emosinya hendak memukul sang manager tersebut, tapi Pak Yoga melarang dan menenangkan warganya.

                                                 . . . . . . . . . . . . . . . . .
           
            Suasana sidang begitu panas. Para warga dan karyawan perusahaan saling caci dan menghina sama lain. Semua saksi dari pihak yang bersengketa telah membacakan dan mengemukakan pendapatnya. Para pengacara dari masing-masing pihak pun juga telah beradu argumen mereka masing-masing. Namun, karena pengacara perusahaan terlihat lebih meyakinkan dalam argumennya, hakim terlihat telah memiliki keputusan. “  Setelah mendengar pernyataan dari kedua belah pihak, kami telah menimbang dan memutuskan, dan hasilnya, surat tanah milik PT. Teknolokal  dirasa lebih valid. Oleh karena itu, hakim memutuskan.........”
“ Tunggu, ini adalah tanah kami, kami telah menempati tanah ini secara turun temurun. Perusahaan itu adalah pencuri hak kami”. Haris memotong. “ Benar, wahai para pemimpin perusahaan, apakah kalian tidak punya hati? Kenapa kalian begitu tega kepada kami?”. “ Maaf, kami adalah pemilik sah dari tanah itu, jadi adalah hak kami untuk mengusir kalian!” kata sang manager.
            Suasana sidang semakin ricuh. Warga sudah tidak terkontrol emosinya, sepertinya bentrok tinggal menunggu waktu. Polisi yang menjaga persidangan telah siaga mengantisipasi kemungkinan terburuk. “ Harap tenang ! jangan ada keributan disini, saya mohon agar yang berwenang menenangkan warganya !”
Ditengah kericuhan, ada seorang staff perusahaan berdiri dan mengacungkan tangan. Dialah Pak Ikhya’.
“ Pak Khakim yang mulia (selaku hakim dalam persidangan tersebut)...”
“ Iya, ada apa saudara?”
“ Saya ingin memberikan sebuah pernyataan !”
“ Tentu, silahkan...”
            Pak Ikhya’ menjelaskan semua yang terjadi. Dan akhirnya semuanya terungkap sudah, bahwaa tanah perusahaan tersebut milik warga. Dan surat tanah milik perusahaan itu adalah palsu. Tanah tersebut diputuskan menjadi hak milik warga kembali. Dan otak pemalsuan ini, yaitu manager akhirnya dijebloskan ke penjara atas tuduhan pemalsuan dan penyuapan. Warga pun senang dan segera keluar dari meja hijau dengan leganya.

0 komentar:

Posting Komentar

please coment yey..