twitter


logo_3
Pendaftara dibuka pada tanggal 19 agustus - 25 oktober 2013
dan pelaksanaannya lomba pada tanggal 26 oktober - 1 november 2013
untuk lebih jelasnya kunjungi website www.hmjsastraarab.com dan download sistematika lombanya di 

Pekan Arabi Merupakan event perlombaan bahasa arab tertua yang dilaksanakan sejak tahun 1987 M, dalam pelaksanaan Pekan Arabi kali ini,  yang sekaligus merupakan pelaksanaan ke 21 kalinya, Pekan Arabi memuat beberapa cabang perlombaan diantaranya 3 (tiga) ajang perlombaan untuk tingkat Universitas, 6 (enam) untuk tingkat SMA/MA dan satu perlombaan untuk kalangan umum, dan ada lomba baru untuk tahun ini yaitu Olimpiade bahasa arab, adapun macam-macamnya antara lain :

  1. 1.Lomba Jidal (Debat) berbahasa Arab tingkat Universitas Nasional.
  2. 2.Lomba Khithabah (Pidato) tingkat Universitas Nasional.
  3. 3.Lomba Qiro’ah ays- Syi’r (Membaca puisi) tingkat Universitas Nasional.
  4. 4.Lomba Imathah (Cerdas Cermat) tingkat SMA/se-derajat se-Jawa.
  5. 5.Lomba Khithabah(Pidato) tingkat SMA/MA se-derajat se-Jawa.
  6. 6.Lomba Kaligrafi tingkat SMA/MA se-derajat se-Jawa.
  7. 7.Lomba Taqdim al-Qishshah (Bercerita) tingkat SMA/MA se-derajat se-Jawa.
  8. 8.Lomba Mading 3 Dimensi tingkat SMA/MA se-derajat se-Jawa.
  9. 9.Lomba Festival Banjari untuk kalangan umum se-Jawa.
  10. 10.Olimpiade Bahasa Arab tingkat SMA/MA se-derajat se-Malang Raya
Read more >>


Maushul  (الموصول)
A.      Maushul Isim dan Maushul Huruf (الموصول الاسمي والموصول الحرفي)

وَالْيَا اذا مَا ثُنِّيَا لَاتُثْبِتِ
وَالنُّوْنُ إِنْ تُشْدَدْفَلَا مَلَامَه
وَبَعْضُهُمْ بِالْوَاوِ رَفْعًا نَطَقَا
واللاءِ كَالَّذِيْنَ نَزْرًا وَقَعَا

مَوْصُوْلُ الاسماءِ الَّذِي الْأُنْثَى الَّتِي
بَلْ مَا تَلِيْهِ أَوْلِهِ الْعَلَامَه
جَمْعُ الَّذِي اْلأُلَى الَّذِيْنَ مُطْلَقَا
بِاللاتِ وَاللاءِ اَّلتِي قَدْ جُمِعَا

Isim maushul ialah lafadz Alladzii dan untuk untsa Allatii. Dan untuk huruf ya, apabila di-mutsanna-kan, kedudukannya tidak tetap. Akan tetapi, kepada huruf yang menggantinya berilah alamat i’rob. Dan huruf nun bila di-tasydid-kan tidaklah mengapa. Jamak Alladzii ialah al-ulaa, alladziina secara mutlak. Sebagian di antara ilmu nahwu mengucapkannya dengan memakai wawu dalam keadaan rafa’. Dengan memakai lafadz Allatii dan Allaa-i, lafadz Allatii di-jamak-kan. Lafadz Alla-i yang disamakan seperti lafadz Alladziina jarang terjadi


Maushul itu dibagi menjadi dua macam yaitu maushul isim dan maushul huruf, dan pengarang tidak menyebutkan maushul-maushul huruf yang berjumlah lima huruf yaitu : أَنْ, أَنَّ, كَيْ, مَا, لَوْ
Dan tanda-tanda maushul huruf yaitu kedudukannya boleh diganti masdar seperti contoh :
 وَدِدْتُ لَوْتَقُوْمُ        Aku suka seandainya kamu berdiri
Dapat pula dikatakan : وَدِدْتُ قِيَامَكَ
عَجِبْتُ مِمَّا تَصْنَعُ  Aku heran atas perbuatanmu
 جِئْتُ لِكَيْ أَقْرَأَ   Aku datang untuk belajar
يُعْجِبُنِي أَنَّكَ قَائِمٌ         Aku heran bahwa kamu dapat berdiri
أُرِيْدُ أَنْ تَقُوْمَ      Aku ingin kamu berdiri
Dan maushul isim terbagi menjadi dua macam yaitu:
1.      Maushul Khas
Ø Yaitu isim maushul yang menggunakan lafadz-lafadz maushul (الَّذِي,الَّتِي )
2.      Maushul Musytarak
Ø Yaitu Yaitu isim maushul yang menggunakan lafadz umum sesuai yang dikehendaki, (مَنْ, مَا, أَلْ, ذُوْ, ذَا, أَيُّ )
1.      Lafadz-lafadz Khas. :
v  الَّذِي   untuk mufrad mudzakkar
v  الَّتِي    untuk mufradah muannatsah
Apabila di-tasniyyah-kan, gugurkanlah huruf ya-nya, dan datangkanlah alif dalam keadaan rofa’ maka menjadi lafadzاللَّذَانِ  dan اللَّتَانِ , dan ya dalam keadaan jer dan nashab menjadi lafadzاللَّذِيْنَ  dan اللَّتِيْنَ. Dan jika menghendaki men-tasydid-kan nun sebagai pengganti dari ya yang dibuang,maka boleh mengatakan اللَّذَانِّ  dan اللَّتَانِّ . Contohnya adalah firman Allah SWT sebagai berikut:
وَاللَّذَانِّ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kalian. (Q.S An-Nisa : 16)
v  Dan dikatakan untuk jamak mudzakkar lafadz الأُلَى secara mutlak, baik untuk yang berakal atau yang tidak berakal contoh
جَاءَنِي الأُلَى فَعَلُوْا Telah datang kepadaku mereka yang telah berbuat
Dan terkadang lafadz الأُلَىdigunakan dalam jamak muannats, dan terkadang keduanya berkumpul seperti dalam ucapan penyair.

وَتُبْلِي الْأُلَى يَسْتَلْئِمُوْنَ عَلَى الْأُلَى  #  تَرَاهُنَّ يَوْمَ  الرَّوْعِ كَالْحِدَإِ الْقُبْلِ
Mereka yang memakai baju besi dan yang menunggang kuda itu telah tiada (mati), kamu lihat mereka dalam peperangan sangat cepat lagi ringan bagaikan burung gagak.
v  Dan dikatakan untuk jamak mudzakkar yang berakal memakai lafadz اللذين secara mutlak, baik dalam keadaan rofa’, nashab, dan jer. Contohnya:
جَاءَنِي الَّذِيْنَ أَكْرَمُوْا زَيْدًا Telah datang kepadaku mereka yang telah   menghormati Zaid.
وَرَأَيْتُ الَّذِيْنَ أَكْرَمُوْهُ      Aku telah melihat mereka yang telah menghormatinya.
مَرَرْتُ بِالَّذِيْنَ أَكْرَمُوْهُ     Aku telah berjumpa dengan mereka yang telah menghormatinya.
Dan sebagian orang Arab mengatakan الَّذُوْنَ dalam keadaan rofa’ dan الَّذِيْنَ dalam keadaan nashab dan jer, dan mereka itu orang-orang Bani Hudzail, dan contohnya dalam ungkapan penyair :
نَحْنُ الَّذُوْنَ صَبَّحُوْا الصَّبَاحَا  #  يَوْمَ النُّخَيْلِ غَارَةً مِلْحَاحَا
Kami adalah orang-orang yang mengadakan serangan fajar, yaitu pada perang Nukhail dengan serangan sangat gencar.
v  Dan dikatakan dalam jamak muannats lafadz اللَاتِ dan اللَاءِ dengan membuang ya, maka dapat diucapkan :
جَاءَنِي اللَاتِ فَعَلْنَ, وَاللَاءِ فَعَلْنَ Telah datang kepadaku mereka yang telah berbuat dan mereka yang telah melakukan.
Dan  dalam hal ini boleh menetapkan ya, dapat dikatakan اللَاتِي dan اللَائِي. Dan lafadz اللَاءِ disebutkan dengan makna اللَّذِيَنَ, seperti yang terdapat dalam perkataan penyair :
فَمَا آبَاؤُنَا بِأَمَنَّ مِنْهُ  #  عَلَيْنَا اللَاءِ قَدْ مَهَدُوْا الْحُجُوْرَا
Tiadalah bapak-bapak kami, yaitu mereka yang telah memelihara kami dalam asuhannya, lebih banyak anugerahnya daripada dia atas kami.

Maushul Musytarak
وَمَنْ وَمَا وَأَلْ تُسَاوِي مَا ذُكِر      وَهَكَذَا ذُو عِنْدَ طَيِّئٍ شُهِر
Man dan maa serta al sama dengan ketentuan yang telah disebutkan, demikian pula lafadz dzu menurut orang thayyi telah terkenal.

2.      Lafadz-lafadz Musytarak (مَنْ, مَا, أَلْ, ذُوْ, ذَا, أَيُّ)
Diisyaratkan dengan perkataan pengarang (تُسَاوِي مَا ذُكِرَ) pada lafadz
مَنْ, وَمَا, وَالْأَلِف, وَاللَام digunakan dalam bentuk salah satu lafadz untuk
mudzakkar dan muannats, baik mufrad, mutsanna, dan jamak, maka dapat diucapkan :
جَاءَنِي مَنْ قَامَ       Telah datang kepadaku seorang (laki-laki) yang telah berdiri.
جَاءَنِي مَنْ قَامَتْ     Telah datang kepadaku seorang (perempuan) yang telah berdiri.
جَاءَنيِ مَنْ قَامَا       Telah datang kepadaku dua orang (laki-laki) yang telah berdiri.
جَاءَنِي مَنْ قَامَتَا      Telah datang kepadaku dua orang (perempuan) yang telah berdiri.
جَاءَنِي مَنْ قَامُوْا      Telah datang kepadaku orang-orang (laki-laki) yang telah berdiri.
جَاءَنِي مَنْ قُمْنَ      Telah datang kepadaku orang-orang (perempuan) yang berdiri.
أَعْجِبَنِي مَا رُكِبَ     Amat menakjubkanku kendaraan yang dinaikinya (laki-laki).
أَعْجِبَنِي مَا رُكِبَتْ      Amat menakjubkanku kendaraan yang dinaikinya (perempuan).
أَعْجِبَنِي مَا رُكِبَا     Amat menakjubkanku kendaraan yang dinaiki mereka berdua (laki-laki)
أَعْجِبَنِي مَا رُكِبَتَا       Amat menakjubkanku kendaraan yang dinaiki mereka berdua (perempuan).
أَعْجِبَنِيْ مَا رَكِبُوْا    Amat menakjubkanku kendaraan yang dinaiki mereka (laki-laki).
أَعْجِبَنِي مَا رُكِبْنَ     Amat menakjubkanku kendaraan yang dinaiki mereka (perempuan).
جَاءَنِي الْقَائِمُ         Telah datang kepadaku orang (laki-laki) yang berdiri itu.
جَاءَنِي الْقَائِمَةُ        Telah datang kepadaku orang (perempuan) yang berdiri itu.
جَاءَنِي الْقَائِمَانِ     Telah datang kepadaku dua orang (laki-laki) yang berdiri itu.
جَاءَنِي الْقَائِمَتَانِ    Telah datang kepadaku dua orang (perempuan) yang berdiri itu.
جَاءَنِي الْقَائِمُوْنَ      Telah datang kepadaku mereka (laki-laki) yang berdiri itu.
جَاءَنِي الْقَائِمَاتُ     Telah datang kepad mereka (perempuan) yang berdiri itu.
v  Lafadz مَا banyak digunakan untuk menunjukkan makna yang tidak berakal, dan terkadang digunakan untuk menunjukkan makna berakal, contohnya dalam firman Allah swt :
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مُثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua, tiga, empat (Q.S An-Nisa : 3)
v  Dan lafadz مَنْ adalah kebalikan dari lafadz مَا, yakni banyak digunakan
untuk menunjukkan makna yang berakal, dan terkadang untuk menunjukkan makna yang tidak berakal seperti firman Allah swt :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللهُ مَا يَشَاءُ
Dan sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.
Contoh lainnya dalam  ungkapan penyair:
بَكَيْتُ عَلَى سِرْبِ الْقَطَا إِذْ مَرَرْنَ بِي  #  فَقُلْتُ وَمُثْلِي بِالْبُكَاءِ جَدِيْرُ
أَسِرْبَ الْقَطَا هَلْ مَنْ يُعِيْرُ جَنَاحَهُ  #  لَعَلِّى إِلَى مَنْ قَدْ هَوِيْتُ أَطِيْرُ
Aku menangis ketika melihat sekumpulan burung qatha yang lewat di atasku. Lalu aku berkata (kepada diriku sendiri), “Orang yang seperti aku layak untuk menangis.
 Hai, sekumpulan burung qatha, Apakah ada yang mau meminjamkan sayapnya (kepadaku) agar aku dapat terbang menemui orang yang aku cintai?”
v  Dan adapun alif dan lam digunakan untuk menunjukkan makna yang berakal dan yang tidak berakal, seperti contoh :
 جَاءَنِي الْقَائِمُ والمَرْكُوْبُ       Telah datang kepadaku orang yang berdiri itu dan kendaraan (yang dinaiki)-nya.
Dan begitu juga jika masuk pada sifat shariihah.
v  Dan menurut lughah orang-orang Thayyi lafadz dzu dipakai sebagai maushul, dan menunjukkan makna yang berakal dan yang lainnya, dan menurut lughah yang terkenal dikalangan mereka, penggunaan dzu ini dalam bentuk satu lafadz, baik mudzakkar, muannats, baik mufrad, mutsanna, dan jamak, maka dapat dikatakan :
جَاءَنِي ذُوْ قَامَ     Telah datang kepadaku  orang (laki-laki) yang berdiri itu.
جَاءَنِي ذُوْ قَامَتْ  Telah datang kepadaku orang (perempuan) yang berdiri itu.
جَاءَنِي ذُوْ قَامَا    Telah datang kepadaku dua orang (laki-laki) yang berdiri itu.
جَاءَنِي ذُوْ قَامَتَا   Telah datang kepadaku dua orang (perempuan) yang berdiri itu.
جَاءَنِي ذُوْ قَامُوْا   Telah datang kepadaku mereka(laki-laki) yang berdiri itu.
جَاءَنِي ذُوْ قُمْنَ    Telah datang kepadaku mereka (perempuan) yang berdiri itu.


وَمِثْلَ مَا ذَا بَعْدَ مَا اسْتِفْهَامِ    أَوْ مَنْ إِذَا لَمْ تُلْغَ فِي الْكَلاَمِ
Seperti maa adalah dzaa sesudah maa istifham, atau man, apabila maa dan man tidak ditiadakan (artinya) dalam perbincangan.
Dimaksudkan agar ذَا memiliki ciri tersendiri di antara isim-isim isyaroh lainnya, yaitu dapat dipakai sebagai maushul, dengan demikian makaذَا kedudukannya sama dengan مَا, yakni hanya dipakai satu bentuk lafadz, baik untuk mudzakar, muannats, mufrad, mutsanna ataupun jamak.
Untuk itu dapat mengatakan:
مَنْ ذَا عِنْدّكَ ؟ Siapakah yang ada di sisimu?
 مَا ذَا عِنْدّكَ ؟Apakah yang ada di sisimu?
Contoh tersebut tidakmemandang apakah yang ada di sisinya itu bersifat mufrad, mudzakar atau yang selainnya.
v Syarat untuk menggunakan  ذَا sebagai maushul adalah :
a.       Lafaz مَنْmerupakan isim istifham yang berkedudukan sebagai mubtada’, sedangakan ذَا adalah maushul yang bermakna الَّذِي, dan berkedudukan sebagai khabar dari مَنْ. Kemudian lafadz  جَاءَكَ menjadi shilah maushul. Bentuk lengkapnya adalah:  مَنِ الَّذِي جَاءَكَ ؟ (Siapakah orang yang datang kepadamu?), demikian pula مَا menjadi mubtada’ dan ذَا yang menjadi maushul yang bermakna الَّذِي, menjadi khabar مَا”, lafadz فَعَلْتُ, menjadi shilah maushul, sedangkan dhamirnya dibuang. Bentuk lengkapnya:
 مَا الَّذِي فَعَلْتَهُ ؟ Apa yang sedang kamu lakukan itu ?
b.      Tidak ditiadakan dalam pembicaraan bila مَاdan  ذَا”, atau مَنْdan ذَا”, disertakan dalam satu kalimat yang bermakna istifham, seperti contoh :
مَاذَا عِنْدَكَ؟    Apakah yang ada di sisimu?
artinya sama saja dengan lafadz أَيُّ شَيْءٍ عِنْدَكَ؟, demikian pula lafadz
مَنْ ذَا عِنْدَكَ؟  Siapa yang ada di sisimu?
Dengan demikian lafadz مَاذَا merupakan mubtada’ dan khabarnya adalah عِنْدَكَ, begitu pula lafadz مَنْ ذَاmenjadi menjadi mubtada’dan khabarnya adalah عِنْدَكَ”. Huruf  ذَاdalam kedua contoh tadi ditiadakan artinya, karena
dianggap sebagai bagian dari suku kata yang apabila digabungkan menunjukkan makan istifham.
B.     Ay Maushul (أيّ الموصولة)
أَيٌّ كَمَا وَأُعْرِبَتْ مَا لَمْ تُضَف   وَصَدْرُ وَصْلِهَا ضَمِيْرُ انحَذِف
Ayyun sama dengan maa yakni dimu’rabkam selagi tidak dimudhafkan, sedangkan shadr shilah (permulaan penghubungnya) berupa dhamir yang dibuang.

Ketentuan bagaimana lafadzايّا sama dengan ketentuan lafadz ما yaitu
disebutkan dalam bentuk satu lafadz baik dalam bentuk mudzakar atau muannats, maupun dalam bentuk mufrod, mutsanna atau  jamak. Contoh :
يُعْجِبُنِي أّيُّهُمْ هُوَ قَائِمٌ    Aku kagum terhadap siapapun yang bediri di antara mereka.

v  Lafadz  ايّا mempuyai empat ketentuan, yaitu:
a. Lafadz ايّا boleh dimudhofkan, dan shadr shillahnya disebutkan.
Contoh:
  يُعْجِبُنِي أّيُّهُمْ هُوَ قَائِمٌ Aku kagum terhadap siapapun yang bediri di antara  mereka.
b.      Lafadz ايّا tidak dimudhofkan, dan shadr shillahnya pun tidak disebutkan. Contoh:
يُعْجِبُنِي أّيٌّ قَائِمٌ               Aku kagum terhadap siapapun yang bediri.
c.       Lafadz ايّا boleh tidak dimudhofkan, dan shadr sillahnya disebutkan. Contoh:
يُعْجِبُنِي أّيٌّ هُوَ قَائِمٌ    Aku kagum terhadap siapapun yang bediri di antara mereka.
Dalam tiga keadaan ini lafadz ايّا bisa dii’robkan dengan tiga harakat yaitu dhammah ­(ُ), fathah (َ), dan kasroh (ِ) seperti dalm contoh-contoh berikut:
يُعْجِبُنِي أّيُّهُمْ هُوَ قَائِمٌ Aku kagum terhadap siapapun yang bediri di antara mereka.
أّيَّهُمْ هُوَ قَائِمٌ رَأَيْتُ      Aku telah melihat siapa yang bediri di antara mereka.
بِأيِّهِمْ هُوَ قَائِمٌ مَرَرْتُ    Aku berjumpa dengan seseorang yang bediri di antara mereka.
يُعْجِبُنِي أّيٌّ قَائِمٌ       Aku kagum terhadap seseorang yang bediri.
 أّيًّا قَائِمٌ رَأَيْتُ               Aku telah melihat seseorang yang berdiri.
بِأَيٍّ قَائِمٌ مَرَرْتُ            Aku berjumpa dengan siapa ayng beridiri.
Juga dapat dikatakan sebagai berikut:
يُعْجِبُنِي أّيٌّ هُوَ قَائِمٌ   Aku kagum terhadap seseorang yang bediri.
أّيًّا هُوَ قَائِمٌ رَأَيْتُ       Aku telah melihat seseorang yang bediri.
بِأَيُّهُمْ هُوَ قَائِمٌ مَرَرْتُ   Aku berjumpa dengan seseorang yang berdiri.
d.      Lafadz ايّا dimudhofkan, dan shadr shillahnya pun tidak disebutkan. Contoh:
يُعْجِبْنِي أّيُّهُمْ قَائِمٌ     Aku kagum terhadap siapapun yang bediri di antara mereka.

Dalam keadaan demikian dimabnikan atas harakat dhammahnya.
Contoh:
يُعْجِبُنِي أّيُّهُمْ قَائِمٌ    Aku kagum terhadap siapapun yang bediri dari mereka.
أّيُّهُمْ قَائِمٌ رَأَيْتُ       Aku telah melihat siapa yang bediri di antara mereka.
بِأيُّهُمْ هُوَ قَائِمٌ مَرَرْتُ Aku berjumpa dengan seseorang yang bediri di antara mereka.
Contoh lainnya adalah firman Allah :
ثُمَّ لَنَنْزِعَنَّ مِنْ كُلِّ شِيْعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمَانِ عِتيًّا
Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah.(QS. Maryam :69)
Contoh lainnya dalam ungkapan seoarng penyair berikut:
إِذَا مالَقِيْتُ بَنِي ما لِكٍ فَسَلِّمَ عَلَيْهِمْ عَلَى أَيُّهُمْ أَفْضَلُ
Apabila kamu berjumpa dengan Bani Malik, ucapkanlah salam kepada siapa di antara mereka yang lebih utama.
C.    Shilah Maushul(صلة الموصول)
وَكُلُّهَا يَلْزَمُ بَعْدَهُ صِلَه   عَلَى ضَمِيْرٍ لَائِقٍ مُشْتَمِلَه
Kesemuanya melazimkan (memastikan) adanya shilah sesudahnya, dan di dalamnya terkandung dhomir yang sesuai (dengan maushul)

Setelah isim maushul wajib terdapat shilah yang menjelaskan maknanya. Dan   disyaratkan dalam shilahnya isim maushul mengandung dhomir (‘aaid) yang sesuai terhadap maushulnya. Dengan kata lain, apabila maushul-nya mufrad, maka dhomir-nya mufrad, apabila maushul-nya mudzakkar, maka dhomir-nya mudzakkar, apabila maushul-nya selain dari keduanya, maka dhomir-nya pun disesuaikan pula dengannya, seperti dalam contoh berikut ini :
جَاءَنِي الَّذِي عَرَفْتُهُ        Telah datang kepadaku orang yang kuketahui itu.
Demikian pula bila dalam bentuk mutsanna dan jamak, seperti pada contoh berikut :
جَاءَنِي اللَّذَانِ عَرَفْتُهُمَا    Telah datang kepadaku dua orang yang kuketahui itu.
جَاءَنِي الَّذِيْنَ عَرَفْتُهُمْ      Telah datang kepadaku orang-orang yang kuketahui itu.
Dan begitu juga bila dalam bentuk muannats contohnya :
جَاءَتِ الَّتِي عَرَفْتُهَا        Telah datang kepadaku perempuan yang kuketahui itu.
جَاءَتِ اللَّتَانِ عَرَفْتُهُمَا       Telah datang kepadaku dua perempuan yang kuketahui itu.
جَاءَتِ الَّاتِي عَرَفْتُهُنَّ     Telah datang kepadaku perempuan-perempuan yang kuketahui itu.
Terkadang maushul terjadi pada bentuk  lafadz yang mufrad mudzakkar sedangkan maknanya mutsanna atau jamak atau selainnya. Yang dimaksud adalah seperti lafadz man dan maa apabila dipakai untuk tujuan selain dari mufrad mudzakkar, maka dalam keadaan demikian diperbolehkan :
a.       Pengucapan lafadz : وَهِيَ هِنْدٌ  (أَعْجِبُنِي مَنْ قَامَ)
b.      Pengucapan makna : (أَعْجِبُنِي مَنْ قَامَتْ, وَمَنْ قَامَا, وَمَنْ قَامَتَا, وَمَنْ قَامُوْا, وَمَنْ قُمْنَ)
Lafadz man di sini artinya disesuaikan dengan makna yang dimaksud.
وَ جُمْلَةٌ أَوْ شِبْهُهَا الَّذِي وُصِل   بِهِ كَمَنْ عِنْدِي الَّذِي ابْنُهُ كُفِل
Jumlah atau yang serupa dengannyalah yang dihubungkan kepadanya, seperti “Man ‘indil ladzib nuhu kufil”(orang berada disisiku, orang yang anaknya mendapat jaminan).

v Shilah maushul itu hanyalah dalam bentuk :
a.    Jumlah
b.    Syibhul jumlah (serupa dengan jumlah). Yang dimaksud adalah zharaf dan jar majrur, hal ini berlaku dalam ketentuan selain shilah yang memakai alif dan lam.
v Syarat jumlah shilah :
Syarat bagi shilah yang dalam bentuk jumlah itu ada tiga syarat :
a.    Hendaknya shilah dalam bentuk khabariyyah (kalimat berita)
b.    Kalimatnya terbebas dari makna ta’ajjub
c.    Tidak memerlukan kepada pembicaraan sebelumnya

Dikecualikan dari kalimat berita ialah bentuk-bentuk kalimat lainnya, yaitu kalimat thalabiyyah dan kalimat insyaiyyah, maka tidak boleh mengucapkan :
جَاءَنِي الَّذِي لَيْتَهُ قَائِمٌ atau جَاءَنِي الَّذِي اضْرِبْهُ
Dikecualikan dari pengertian “bebas dari makna ta’ajjub”, dari kalimat ta’ajjub maka tidak boleh جَاءَنِي الَّذِي مَا أَحْسَنُهُ  sekalipun termasuk kategori kalimat khabariyyah karena mengandung makna ta’ajjub.
Dikecualikan dari pengertian “Tidak memerlukan pembicaraan sebelumnya” seperti جَاءَنِي الَّذِي لَكِنَّهُ قَائِمٌ, maka sesungguhnya jumlah ini memberi pengertian bahwa ada jumlah lain sebelumnya, contohnya :
مَا قَعَدَ زَيْدٌ لَكِنَّهُ قَائِمٌ          Zaid tidak duduk, tetapi sedang berdiri.
v  Syarat shibhul jumlah :
Disyaratkan bagi yang masuk ke dalam zharaf dan jar majrur itu hendaknya dalam bentuk yang lengkap dan arti yang lengkap, maksudnya yaitu hendaknya kalimat yang dihubungkan dengannya itu mengandung faedah, contoh seperti :
 جَاءَنِي الَّذِي عِنْدَكَ        Telah datang kepadaku orang yang di sisimu itu.
جَاءَنِي الَّذِي فِي الدَّارِ         Telah datang kepadaku orang yang di dalam rumah itu.
yang menjadi amil bagi keduanya ialah fi’il yang dibuang, dan bentuk lengkapnya adalah :
جَاءَ الَّذِي اسْتِقَرَّ عِنْدَكَ     Telah datang kepadaku orang yang berada di sisimu itu.
جَاءَ الَّذِي اسْتِقَرَّ فِي الدَّارِ Telah datang kepadaku orang yang tinggal di rumah itu.
Apabila ternyata yang dihubungkan pada keduanya itu dalam bentuk yang tidak lengkap, maka tidak boleh menghubungkan kalimat dengannya. Oleh sebab itu tidak boleh mengatakan جَاءَ الَّذِي بِكَ  atau mengatakan  جَاءَ الَّذِي الْيَوْمَ.
وَ صِفَةٌ صَرِيْحَةٌ صِلَةُ أَلْ   وَ كَوْنُهَا بِمُعْرَبَ الْأَفْعَالِ قَلْ
Sifat yang sharihah (jelas) menjadi shilahnya al, dan sedikit sekali bila di-i’rabkan seperti i’rabnya fi’il.

Shilah alif dan lam :
Alif dan lam tidak dihubungkan selain kepada yang sifat sharihah (jelas). Pengarang dalam kitab yang lain mengatakan, sifat sharihah yang dimaksud adalah isim fa’il seperti
lafadz الضارب)) dan isim maf’ul seperti (المضروب) dan sifat musyabbihah seperti lafadz (الحسن الوجه).  Dikecualikan hal-hal yang seperti dalam lafadz القرشى dan lafadz الأفضل.
Dan sedikit menghubungkan alif dan lam kepada fi’il mudhari’. Hal ini diisyaratkan dengan perkataan و كونها بمعرب الأفعال قل (dan sedikit sekali dii’rabkan seperti i’rabnya fi’il), dan seperti yang dikatakan oleh penyair :

مَا أَنْتَ بِالْحَكَمِ التُّرْضى حُكُوْمَتُهُ   وَلَا الْأَصِلِ وَلَاذِي الرَّأْيِ وَالْجَدَلِ
Engkau ini bukanlah hakim yang dianggap keputusannya, dan engkau bukan pula yang berketurunan tinggi, dan bukan pula orang yang mempunyai pendapat, serta bukan pula orang yang ahli dalam berdebat.

Read more >>